Selasa, 23 Februari 2010

Korupsi

Bila mendengar kata korupsi saya langsung berfikir tentang penyalahgunaan wewenang, jabatan yang berujung pada mendapatkan uang, atau benda yang tidak merupakan haknya. Disalah satu sisi, saya melihat praktek korupsi ini jelas merugikan institusi atau negara. Okelah pihak2 yang merasa dirugikan secara materil akan dapat memeriksa secara hukum dan lalu sang koruptor kemudian diadili dan dihukum. Sampai disini masalahnya selesai tetapi masalah lain muncul sebagai dampak seperti bagaimana anak istri atau suami lalu keluarga besar, orangtua yang telah mendidik agar dapat menjadi orang yang baik. Sakitlah mereka semua...tidak jarang akhirnya mereka merasa malu berkepanjangan. Akankah kita seperti itu?...bisa saja!Saya tidak cukup baik untuk bicara tentang sifat manusia yang pada dasarnya merasa tidak puas secara materi, termasuk saya, tetapi saya berusaha terutama terhadap diri sendiri, untuk menghindari korupsi uang yang didapat dari penyelewengan jabatan atau tahta baik di institusi maupun keluarga.
Pencerahan tentang bahaya korupsi terhadap diri ini sudah cukup banyak,diantaranya ketika mengikuti ESQ training. Instruktur menjelaskan dengan khusuk bagaimana kondisi seseorang korupsi uang dari sudut pandang agama. Uang hasil korupsi ibarat batu neraka yang kita berikan kepada istri/suami dan anak2 untuk dimakan. Kebahagiaan yang diidam2kan keluarga akhirnya hancur karena perbuatan korupsi, cepat maupun lambat. Kadang saya ingin sekali melihat perjalanan hidup koruptor. Apakah mereka bahagia? beberapa kawan bercerita, bahkan bapak saya cerita pengalaman beliau ketika menjabat di Pertamina (yang disebut sebagai the most corrupt company pada saat itu)bahwa ujung dari perbuatan korupsi adalah kemalangan..dan saya pernah melihat dengan mata kepala bahkan berbincang2 dengan sang koruptor yang tengah menunggu eksekusi pengadilan,bagaimana dia ditinggal anak2 dan istri, ditinggal kemewahan yang pernah menggelutinya, bagaimana gelisah memandang masa depan yang ia sendiri telah berusia senja...
Buat saya, terlepas dari bagaimana agama melarang korupsi, jelas sudah bahwa korupsi uang tidak berujung nikmat bahkan sebaliknya. Nah secara logika pastilah kita tidak inginkan itu bukan? namun sekali lagi, manusia hanyalah makhluk lemah dan tidak berdaya melawan Yang Maha Kuat dan Berkuasa yang terkadang lemah menghadapi godaan syetan. Kalaulah saya dan semua orang menyadari dulu bahwa Allah swt yang hanya dan hanya memiliki kekuasaan di seluruh jagad raya ini, dan kita wajib tunduk padaNya serta menjauhi laranganNya termasuk korupsi uang, insyaallah, godaan untuk melakukan korupsi bisa dijaga...
Tulisan ini adalah bentuk curhat saya tentang korupsi dan ada disekitar kita. Saya sebenarnya juga tidak mau dikatakan munafik. Seseorang mengatakan kata itu kepada saya. Munafik disini jelas bahwa saya dianggap 'pura2'ngga mau terima duit hasil'mark-up'. Sejujurnya saya katakan, terlepas dari salah atau tidak ya, yang namanya hadiah buat saya itu beda dengan korupsi. Seseorang memberi hadiah atau souvenir atau uang atas penghargaan orang terhadap dirinya karena dia telah dianggap berjasa namun tidak menyalahi kesepakatan tentang harga yang ditetapkan. Sementara, korupsi itu terjadi karena orang kemudian secara sengaja merumuskan harga yang lebih untuk kemudian dibagikan kepada orang yang dianggap berjasa membantu pekerjaannya itu dan telah ada kesepakatan sebelumnya.Saya kok punya keyakinan inilah yang sering terjadi.
Terakhir, kepada teman2 yang membaca ini, mari kita sama2 saling ingatkan satu sama lain. Kalaulah saya salah (manusia memang tempat salahkan?) mohon diingatkan agar tidak terjerumus lebih jauh lagi. Kepada Allah swt saya mohon ampun dan diberikan kekuatan untuk bisa menjaga hati ini untuk tidak berbuat korupsi..amiiiin.